Breaking News
Loading...
Wednesday, April 3, 2013

Duta

Aku berjalan dalam kebingungan karena keadaan di sekitarku begitu berbeda dengan keadaan di Negaraku. Di sinisaling mengumpat, mencaci maki dengan kata-kata cabul begitu normal, bahkan mereka dengan sukacita melakukannya. Padahal jika di Negaraku, orang yang berani melakukan itu semua apalagi terang-terangan di pinggir jalan sepertiitu, pastilah akan langsung ditangkap dan dipenjara.

“Hei, apa kamu lihat-lihat! Mau dihajar?! Heh? Hahahha. Dasar orang gila!”

Aku diam saja mendapat hardikan dari salah satu di antara mereka dan saat mereka mulai mentertawakanku lagi,aku memilih untuk meneruskan perjalananku. Ya, aku harus segera sampai ketempat tujuanku agar kebingungan ini segera terselesaikan. Aku membelokkan kakiku ke arah jalan berbatu yang menuju hutan lebat. Keheningan hutan begitunyaman di telingaku, setelah berhari-hari aku mendengarkan hiruk pikuk orang-orang yang mengajukan protes di jalan-jalan besar perkotaan dengan suara-suara protes mereka yang memekakkan telinga. Entahlah apa yang mereka protes. Karena di Negaraku tidak pernah ada segerombolan orang yang berteriak dijalanan kota seperti itu. Istilah-istilah yang mereka pakai pun aku tidak mengerti.

Suara alam terdengar ketika kakiku mulai memasuki sejuknya hutan yang mulai melantunkan irama kedamaian.Ah, rasanya sudah lama sekali aku tidak merasakan kedamaian dan kesejukan seperti ini. Sudah sangat lama, entah sejak kapan, yang pasti hidupku mulai dihiasi dengan cerita-cerita seronok, bahkan tempat tinggalku berada di antara orang-orang yang memiliki kebiasaan minum anggur hingga mabuk dan mulaiberteriak-teriak melantur di tengah malam. Sering kali ketika hampir pagi aku dibangunkan dengan suara – suara perkelahian akibat kalah judi, kalah taruhan atau rebutan pelacur. Aku heran darimana asal permainan itu? Sungguh permainanyang dapat dengan sangat mudah membuat orang berkelahi bahkan kehilangan nyawanya. Ah, aku harus segera menuju bukit di belakang hutan ini sebelum malam tiba.

Aku mulai merangkak menaiki bukit. Kembali kurenungkan awal mula penugasanku ke negara ini. Waktu itu aku tidak berpikir akan seberat ini melakukan tugas sebagai Duta dari Negaraku, karena ketika kubaca Surat Keputusan penugasanku dan kubaca dengan teliti daftar tugas yang harus kukerjakan, tidak ada pekerjaan yang berat dan sulit.Tugas-tugas itu sudah sangat biasa dilakukan di Negaraku, karena sudah menjadi budaya masyarakat di Negaraku. Waktu itu aku berpikir, "sungguh aneh daftar tugas ini, bukankah semua itu hal yang biasa? Semua aturan yang sudah menyatu dan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat di sini? Hahaha, rupanya tugas Duta negara itu sangat mudah". Tapi, sewaktu aku tiba di negara dimana aku ditugaskan, aku tidak mendapati satu pun kebiasaan masyarakat di sini yang sama dengan masyarakat di Negaraku. Kalau pun aku melihat ada beberapa orang yang melakukannya, itu karena mereka adalah salah satu Duta seperti diriku.
Hari hampir malam, aku hampir tiba. Setelah sampai nanti aku akan langsung melaporkan semuanya dan aku akan membujuk raja agar dapat mengeluarkan Surat Keputusan kepulangan ke Negaraku.Hal ini sudah kupertimbangkan dengan matang. Semoga permohonanku dikabulkan sebelum aku menjadi betul-betul gila seperti umpatan para pemuda di pinggir jalan siang tadi.



Akhirnya aku tiba di pintu Istana Negaraku tepat tengah malam yang dihiasi sinar bulan purnama. Pintu dibuka oleh penjaga Istana yang tersenyum ramah. Ahh, rasanya lama sekali tidak merasakan sukacita dan kedamaian seperti ini. Ya, itu adalah ciri khas Negaraku.Damai dan sukacita. Tidak membuang waktu, aku langsung menuju ke balkon, tempat Rajaku sering menikmati sinar bulan purnama seperti malam ini. Benar saja,kudapati Raja sedang duduk santai di kursi goyangnya menikmati sinar bulan, semilirnya angin dan memandang ke depan, pada sinar-sinar lampu kehidupan dibawah bukit tempat aku ditugaskan.

Dengan terengah-engah karena seharian berjalan menuju Istana Negara, aku mulai menyapa Raja.
“Rajaku, apakah aku dapatbergabung menikmati sinar bulan malam ini?”
“Hahaha, anakKu kemarilah. Aku sudah tahu kamu akan datang malam ini.” Raja berdiri menghampiri dan memelukku.Ya, untuk bertemu Raja di Negaraku bukanlah hal yang sulit dan penuh dengan birokrasi serta prosedur seperti di negara tempat aku ditugaskan. Di sini Raja sangat membaur dengan rakyat, bahkan Rajaku sering mengunjungi rakyat hanya sekedar untuk berbincang, bersenda gurau, bahkan turut turun ke ladang padamasa menabur benih dan masa panen. Ya, entah kenapa di negara tempat aku ditugaskan tidak kudapati pemimpin seperti Rajaku.

Kami duduk bersama dan memandangi keindahan sinar-sinar lampu kehidupan di bawah bukit sana tempat akutinggal beberapa tahun ini.

“Apa yang hendak kamu sampaikan,Nak? Bukankah belum waktunya kamu kembali? Aku lihat pekerjaanmu di sana belumlah selesai.” Tanya Rajaku sambil menunjuk ke arah bawah bukit.
“Ya, entahlah Raja. Bagian pekerjaanku yang mana yang belum terselesaikan. Selama ini aku sudah melakukan tugas-tugasku walaupun dalam kebingungan. Mungkin walaupun sudah bertahun-tahuntinggal di negara tempat aku ditugaskan tapi aku belum mampu beradaptasi dengan baik. Karena di sana begitu berbeda dengan keadaan di sini, di Negara kita.”
“Hahaha. Aku melihat kamu sudah membaur namun tidak larut dan itu kupandang sangat baik. Tugas-tugas apa saja yang telah kamu lakukan di sana, anakKu?”
“Ya, seperti yang tertera dalam Surat Pengutusan yang isinya di sana aku hanya menjalankan kebenaran, kasih, kelembutan, kesantunan, kebaikkan, kejujuran dan pengampunan.”
“Lalu?”
“Ya, tugas-tugas itu hal yang biasa dilakukan dalam kehidupan di Negara kita dan itu bukan hal yang sulit untuk dilakukan di sini.”
“Kamu mendapat kesulitan di negara tempat kamu Kutugaskan?”
“Ya, kalau aku pribadi tidak sulit, karena itu sudah dilakukan sejak aku lahir, sejak dari keluargaku disini Raja. Tapi di negara sana sangatlah berbeda, di sana aku dipandang orang gila.”
“Ceritakanlah.”
“Tidak mudah mengaplikasikankebenaran di tengah keadaan yang mentertawakan kebenaran. Seringkali aku dianggap kaku, religius dan bahkan ada yang menuduhku munafik. Tetapijika ada orang yang sama dengan mereka barulah mereka anggap kawan. Aku sering diejek, dianggap lelucon bahkan beberapa julukan icon keyakinan tertentu ditujukan padaku. Sepertinya mereka alergi dengan kebenaran.”
Karena Raja masih diam, maka akupun melanjutkan laporanku.

“Tidak mudah menerapkan kasih dan kelembutan, di tengah keadaan yang melegalkan kekerasan. Pernah adasegerombolan yang protes di jalan-jalan perkotaan. Mereka protes pada raja mereka. Pada mulanya aku mendengar aksi protes mereka karena membela rakyat.Tapi semakin lama, aksi protes mereka mulai dihiasi kekerasan. Mereka membakarkendaraan yang ada. Padahal yang punya kendaraan itu tidak mengerti apa-apa.Bahkan mereka mulai melempar batu-batu ke arah pengawal-pengawal raja mereka.Dan yang parah ada yang sampai menjarah toko-toko tempat rakyat merekaberjualan. Aku melihat yang dirugikan sebenarnya rakyatnya juga. Saat aku menghampiri beberapa dari mereka untuk melakukan protes dengan jalan damai,bicara baik-baik. Tapi mereka malah menjawab jika tidak dengan kekerasan maka tidak akan dikabulkan aksi protes mereka. Kekerasan itu hal yang biasa.”

Aku lihat Raja masih mendengarkanku, maka aku melanjutkan laporanku.

“Tidak mudah berlaku santun ditengah keadaan yang memandang kesantunan sebagai sebuah kebodohan. Aku berpakaian pantas dengan tidak seronok, aku malah dianggap tidak modern sepertimereka. Saat aku tidak mau berkata-kata cabul dan mengumpat dengan sebutan nama-nama binatang, mereka bilang aku ini kampungan dan bodoh serta kurang pergaulan. Aku seperti alien yang asing dan tidak normal di tengah mereka.”
Kembali aku melanjutkan,

“Tidak mudah berlaku kudus ditengah keadaan yang menganggap kekudusan itu aneh. Aku tidak pernah melakukan seks bebas atau melecehkan siapapun. Tapi mereka menganggapku aneh dan tidak normal, dan ketika kusarankan agar melakukan seks di dalam pernikahan, mereka malah meludahiku dan mentertawakanku. Ketika aku tidak ikut berjudi dan mabuk-mabukan, mereka menjulukiku bayi."

"Tidak mudah memberikan kepedulian di tengah keadaan yang menomorsatukan keegoisan. Ketika aku memberikan bantuan kepada orang lain yang menurut pandanganku membutuhkan,dengan keras aku  disuruh untuk menyingkir dan tidak boleh membantunya.Karena bagi mereka hal itu sudah biasa. Mereka lebih dulu mengutamakan kepentingan sendiri daripada menolong orang lain. Jadi kebaikan yang kutawarkan dianggap menghina mereka yang sudah biasa hidup egois.”

Aku diam, menunggu tanggapan Rajaku.

“Teruskanlah laporanmu, Nak. Akutahu masih banyak yang ingin kamu katakan.”

“Raja, tidak mudah memberikan kebaikan di tengah keadaan yang penuh curiga dan ketakutan. Saat aku membantuseseorang aku malah dicurigai mau menipu mereka. Mereka tidak percaya pada kebaikan, mereka cenderung takut pada kebaikan, mereka takut menjadi tidak waspada dan akhirnya mendapatkan kerugian. Tidak mudah menjunjung kejujuran ditengah keadaan yang menganggap kebohongan sebagai suatu strategi yang cerdik.Banyak dari mereka yang biasa dengan berbohong, bahkan aku mendapatkan kalimat baru yang tidak ada di Negara kita yaitu ‘berbohong demi kebaikan’ dan hal itu dianggap sangat baik. Belum lagi berbohong untuk membujuk, mereka anggap itu strategi yang cerdik untuk kelanjutan hidup mereka. Yang terakhir Raja, tidak mudah mengajarkan pengampunan di tengah keadaan yang penuh dengan dendam.Banyak peristiwa karena dendam pribadi, orang yang tidak ada sangkut pautnya kehilangan nyawa. Bentrokan terjadi, perkelahian, bahkan pembunuhan yang berawal dari dendam. Dan aku mendapatkan kalimat baru lagi yang juga tidak ada di Negara kita yaitu ‘’kamu jual aku beli.”

“Lalu apa artinya semua kebenaran, kasih, kelembutan, kesantunan, kekudusan, kepedulian, kebaikan,pengampunan dan kejujuran? Jika keadaan yang normal adalah keadaan yang sebaliknya dari itu semua, Raja?”
“Karenanya aku mau pulang saja, kulihat tidak ada yang harus kuperbaiki. Mereka terlihat sangat bahagia, nyaman dan puas dengan keadaan yang Engkau pandang sebagai kesalahan. Tidak usahrepot-repot menghampiri mereka, menawarkan kebaikan-kebaikan pada mereka karena mereka baik-baik saja. Bahkan mereka tertawa terbahak di tengah keadaan itu semua, mereka hanya sedang menikmati kehidupan yang ada. Kehidupan yang singkat ini. Bukankah itu baik? Mereka menikmati hidup ini dengan segala keluhan dihari mereka sebagai luapan kenikmatan. Tidak hanya satu orang yang begitu,hampir semua orang yang kujumpai juga begitu. Hanya segelintir orang saja yang memilliki rasa dan pandangan yang sama denganku, yaitu mereka yang Engkau pilih juga untuk menjadi DutaMu.’’

“Aku mau pulang saja Raja,karena aku lebih betah di Negara kita. Di sini apa yang kubawa, apa yang kukerjakan, apa yang kuberikan kepada mereka, adalah hal yang normal yang sudah biasa kita lakukan tidak seperti di sana, di negara tempat aku ditugaskan. Seringkali aku dihujani dengan hujatan, cacian, dan pengusiran. Karena dianggap telah mengusik kenyamanan mereka.”

“Lihatlah, Raja! Lihatlah mereka! Mereka baik-baik saja. Mereka nyaman dan bahagia. Aku jadi merasa bersalah karena ketika aku datang kebahagiaan dan kenyamanan mereka terganggu,lalu aku melihat sorot kepedihan dan ketakutan di mata mereka.” Kataku padaRaja sambil menunjuk ke arah bawah bukit.

“Engkau salah, Raja! Engkau terlalu berlebihan. Ah, mereka baik-baik saja sebelum aku datang. Maka, dengan alasan-alasan tadi aku mengajukan percepatan masa tugasku. Bukankah jika tidak ada yang dapat kulakukan lagi di sini aku bisa pulang? Berarti aku bisa minta Surat Keputusan kepulanganku bukan? Sebelum aku semakin gila dan aku takut menjadi sama dengan mereka.”

‘’Tidak! Kamu belum boleh pulang, Nak! Pekerjaanmu belum selesai. Semua duta-dutaku belum boleh ada yang pulang.”
“Ah, ini buang-buang waktu saja. Apa lagi yang harus kami lakukan?”
“Tetap lakukan kebenaran, kebaikan, kesantuan, kekudusan, kejujuran, kasih pengampunan dan kepedulian.”
“Sampai kapan?! Aku mulai jengah dengan tugas-tugas ini. Ibarat aku ini jualan sepatu di tengah-tengah orang yang sejak lahir tidak mengenal sepatu. Mereka tidak membutuhkan sepatu! Mungkin kau salah menempatkanku? Mungkin ada tempat lain yang lebih pantasuntuk kuberikan 'sepatu'?.
“Tidak! negara itu tempat yang tepat! Tugasmu tetaplah perkenalkan ‘sepatu-sepatu’ yang kau bawa.
“Tapi, sampai kapan?? Aku tidakingin terlalu lama di sana. Aku takut semakin lama aku tinggal, semakin aku serupa dengan mereka. Bahkan sudah banyak di antara kami yang Kau tugaskan mulai sama dengan mereka bahkan ada yang sudah seperti mereka. Aku tidak mau seperti itu. Tidakkah kau kasihan padaku?”
“Aku mulai mencium kekhawatiran dan keegoisan ada dalam dirimu. Darimanakah kamu dapatkan itu? Aku tidak membekali hal itu padamu.”
“Oh, ya?! Wah, berarti aku harussegera pulang! Aku sudah mulai seperti mereka. Kumohon, berilah aku Surat Keputusan kepulanganku, Raja. Karena aku tidak mau seperti mereka. Terlebih aku tidak mau menjadi orang yang tidak memiliki identitas Negara kita lagi.”
“Tidak! Karena belum waktunya.Kembalilah kepada mereka dan lakukanlah segala tugas-tugasmu.”
“Tidakkah keputusanMu dapat diubah? Sekali lagi ijinkanlah aku pulang dan kembali mengabdi padaMu di sini,di Negara kita ini.”
“Lakukanlah pekerjaanmu di negara itu sebagai bentuk pengabdianmu kepadaKu, Nak.”
“Baiklah! Baiklah! Aku akan kembali pada mereka dan menjalankan tugas-tugasku, tapi bisakah persenjataan dan perbekalanku di tambah?”

“Ya, Aku akan memperlengkapimu.Aku akan memberimu perisai agar kau terhindar dari lemparan, pukulan, tendangan dan segala macam bentuk serangan mereka. Dan Aku juga akan memberimu mata yang berbeda, yaitu mata sepertiKu serta hatimu akan Kuperbaharui dengan hatiKu.”
“Baiklah. Kapan semua itu diberikan kepadaku?”
“Saat ini juga. Berlututlah dan pejamkanlah matamu serta berdiam dirilah.”

Aku menuruti perintah Rajaku.

“Nah, sekarang bukalah matamu dan berdirilah. Lalu berbaliklah kepada mereka.”
“Sebelum kamu kembali kepada mereka. Berbaliklah, menghadaplah ke arah bawah bukit itu. Apa yang kau lihat?”
“Ouw!! Ihh!! Pemandangan apa ini? Kenapa banyak dari mereka terlihat berdarah? Dan bau apa ini? Uh, aku tidak pernah melihat pemandangan yang mengenaskan seperti ini sebelumnya. Dan suara apa itu??? Mereka terlihat tertawa tetapi kenapa aku mendengar jeritan kepedihan dan tangis putus asa? Bisakah kau jelaskan semua ini? Apa yang terjadi dengan mereka?

“Sesungguhnyak Nak, itulah keadaan mereka yang sebenarnya. Orang-orang yang akan binasa adalah orang-orangyang mentertawakan kebenaran, yang menganggap keegoisan adalah kenikmatan, yang menganggap kekudusan, kesantunan, kepedulian, dan kejujuran suatu kebodohan.Mereka berkawan dengan kekerasan, dendam dan melecehkan kasih.”

“Kasihan mereka! Mereka tidak pernah merasa ‘sakit’, mereka menganggap diri mereka baik-baik saja. Bahkan menganggapku yang gila.” Aku mulai menangisi mereka.

“Ya, sesungguhnya ada beberapadari mereka yang tersentuh hari nuraninya dengan hal-hal baik yang telah kamu lakukan, mereka hanya malu, gengsi, bahkan takut untuk menyuarakan dukungan untukmu.Tetapi jauh didasar hati nurani mereka, sesungguhnya mereka tidak bahagia,tidak nyaman dengan segala keonaran dan kekerasan yang terjadi. Hati mereka setuju dengan apa yang kau lakukan tapi mulut mereka takut oleh keadaan untuk mengakuinya. Oleh karena itu. Aku belum menyuruhmu pulang! Tugasmu belum selesai.”

“Ini akan menjadi tugas yang berat dan lama. Padahal aku sudah merindukan rumah dan keluargaku.”

“Memang tidak mudah, dan pasti berat. Tapi bukankah matamu adalah mataKu dan hatimu adalah hatiKu? Ituartinya, kamu tidak bekerja sendiri, Aku bersamamu. TugasMu adalah teruslah lakukan tugas-tugas kebajikan yang kuperintahkan dan beritakan tentang Aku yang mengasihi mereka dan menginginkan mereka tidak binasa.”
“Ya, karena mataMu di dalam mataku, aku bisa memandang mereka dengan lebih baik. Memandang mereka dengan penuh rasa kasih. Ya, Baiklah! Akan kuselesaikan pekerjaan ini hingga selesai. Sama seperti Engkau aku tidak ingin mereka binasa.”

“Ya, ini tugas agung. Kau adalah dutaKu dan tugas-tugas yang kuberikan bukanlah sesuatu yang sia-sia namun harusdiperjuangkan! Jangan takut karena Aku bersamamu! Setialah dengan tugas-tugasmu!”
“Ya, kini baru kupahami, betapaEngkau pribadi yang penuh dengan belas kasihan. Tadinya kukira Engkau ini memberikan pekerjaan yang sia-sia kepadaku. Tapi, rupanya semua ini Kau lakukan karena Kau sangat mengasihi mereka. Padahal banyak dari mereka yang tidakmengenalMu.”

“Memang, banyak yang belummengenalKu! Untuk itulah kamu harus mengenalkanKu pada mereka melaluitugas-tugas yang Kuberikan kepadamu.”

“Tapi, mengapa beberapa yang telah mengenalMu tetap ikut mentertawakan dan menganggapku bodoh?”
“Karena mereka hanya mendengar tentangKu tapi sesungguhnya mereka belum mengenalKu. Namun, ada juga dariantara mereka yang telah mendengarKu dan mengenalKu. Ada pula yang diam-diam melakukan tugas-tugas kebajikan seperti yang kau lakukan, dan ada juga yang dengan berani terang-terangan melakukannya. Tidakkah ini menghiburmu?”

“Ya, baiklah. Aku berangkat sekarang dan aku tidak akan protes lagi.”
“Pergilah! Selesaikan tugasmu. Aku menyertaimu.”

Akhirnya aku berpamitan dan bersimpuh pada Rajaku. Raja yang penuh dengan kelembutan yang menginginkansukacita dan damai di Negara kami dapat juga tercipta di negara tempatku ditugaskan. Mata yang baru, hati yang baru ini memberi kekuatan dan fokus dalam menjalankan tugasku.

Aku kembali menuruni bukit menuju kehidupan di bawah bukit dengan pemahaman yang baru dan pengertian yang baru. Dengan tekad yang kuat akan kuselesaikan tugasku hingga Raja menyuruhku pulang kelak, entah kapan. Ya, aku akan sangat merindukan Rajaku yang bijaksana dan kehidupan di Negaraku. Tapi itulah yang memotivasiku untuk tetap berdiritegak meski rasanya seperti hendak memasuki medan peperangan.

Ketika aku mulai memasuki jalan bebatuan menuju jalan-jalan perkampungan dan perkotaan, semakin tajam aku mendengar ratap tangis, pemandangan yang mengenaskan dan aroma yang tidak sedapdi tengah seringai mereka. Sambil meneruskan perjalananku aku berdoa “kasihanilah mereka”.

Ditulis Oleh  Rellin A. Isdianto

Kalo kamu suka tulisan ini, bantu kita menyebarkannya dengan mengklik share/bagi yah! Ditunggu juga cerpen dan puisi kamu di cerpuni@gmail.com

GBU :)

0 comments:

Post a Comment

Copyright © 2013 Kristus All Right Reserved